Didorong Permintaan Domestik, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap Kuat

  • Bagikan

Pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan tetap kuat pada kisaran 4,5–5,3 persen, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi.

Tren perkembangan perekonomian nasional masih berada di jalur yang benar (on the track). Tren ini bisa terlihat dari laporan kinerja neraca perdagangan sepanjang 2022.

Bahkan, proporsi pertumbuhan ekonomi tidak lagi hanya di Jawa sentris. Melainkan, sudah melebar ke luar Pulau Jawa. Laporan BPS menyebutkan, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa terus meningkat.

Indikator itu tecermin dari kontribusi pertumbuhan ekonomi luar Jawa terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional 2022 yang mencapai prosentase 43,52 persen, atau lebih tinggi dibandingkan 2021 yang berada di 42,11 persen terhadap PDB. Pertumbuhan ekonomi luar Jawa pada 2022 itu pun melesat dibandingkan pada masa prapandemi di 2019, yakni 41 persen terhadap PDB.

Berkaitan dengan perkembangan neraca perdagangan dan pertumbuhan ekonomi, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono kontan mengucap syukur. Pasalnya, menurut dia, Indonesia sebenarnya masih terkena imbas dari berlanjutnya pelambatan ekonomi global.

Di neraca perdagangan sepanjang 2022, tambah Margo Yuwono, mencatatkan surplus baik di triwulan IV-2022 maupun secara kumulatif sepanjang 2022. Lembaga itu juga mencatat surplus perdagangan barang pada triwulan IV-2022 sebesar USD14,69 miliar atau tumbuh 42,34 persen dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya.

Sementara itu, surplus sepanjang 2022 itu mencapai USD54,53 miliar. “Bila dibandingkan tahun sebelumnya, kinerja itu tumbuh 53,96 persen,” ujarnya, dalam konferensi pers virtual pada Senin (6/2/2023).

Margo menuturkan, surplus neraca perdagangan itu terutama didorong naiknya komoditas ekspor unggulan yang memberikan windfall bagi perekonomian domestik. “Tiga komoditas ekspor unggulan yang mengalami peningkatan nilai signifikan, di antaranya, berasal dari batu bara, besi dan baja, serta minyak kelapa sawit,” ucap Margo.

Dia juga mengungkap bahwa ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,01 persen pada triwulan IV-2022. Angka tersebut cukup mengesankan di tengah pelambatan ekonomi global yang terus berlanjut.

Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan Indonesia secara keseluruhan pada 2022 tercatat 5,31 persen (yoy), jauh meningkat dari capaian tahun sebelumnya sebesar 3,70 persen (yoy).

Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2023 diperkirakan tetap kuat pada kisaran 4,5–5,3 persen, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi. Perkiraan tersebut sejalan dengan naiknya mobilitas masyarakat pascapenghapusan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), membaiknya prospek bisnis, meningkatnya aliran masuk penanaman modal asing (PMA), serta berlanjutnya penyelesaian proyek strategis nasional (PSN).

Mengomentari rilis dari BPS itu, Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menjelaskan, data BPS tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. “Ke depan, pertumbuhan ekonomi 2023 diprakirakan tetap kuat pada kisaran 4,5–5,3 persen, didorong oleh peningkatan permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (6/2/2023).

Di sisi lain, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengemukakan, pencapaian pertumbuhan ekonomi secara impresif sebesar 5,31 persen itu telah melampaui target yang ditetapkan pemerintah, yakni sebesar 5,2 persen, dan kembali mencapai level 5 persen seperti sebelum pandemi. “Ya, pertama pencapaian ini menjadi katakanlah extraordinary di tengah tekanan global yang pertumbuhannya rendah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia di atas rata-rata pertumbuhan dunia, yakni hanya mencapai 4 persen,” ujar Menko Airlangga dalam siaran persnya, Selasa (7/2/2023).

Menurut Menko Airlangga, hasil tersebut tidak datang begitu. Kebijakan yang diambil Presiden Joko Widodo selama tiga tahun penanganan Covid-19, menjadi pemicunya. “Itu keseimbangan antara gas dan rem, kemudian pembentukan KPC-PEN. Kemudian anggaran untuk perlindungan sosial dan pemulihan ekonomi nasional. Ini merupakan sebuah sequence,” tambahnya.

Dari data yang dilaporkan BPS yang disampaikan di konferensi pers yang diadakan secara virtual, Senin (6/2/2023), lembaga itu memberikan gambaran mulai meratanya pertumbuhan ekonomi secara geografis antara Jawa dan luar Jawa. Bahkan, BPS pun memberikan penekanan bahwa pertumbuhan ekonomi di luar Jawa terus meningkat.

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi di Jawa terhadap PDB mencapai 59 persen dan luar Jawa 41 persen. Pada 2020, pertumbuhan ekonomi di Jawa sebesar 58,75 persen dan luar Jawa mencapai 41,25 persen terhadap PDB.

Kemudian, pada 2021, pertumbuhan ekonomi di Jawa 57,89 persen dan luar Jawa 42,11 persen terhadap PDB. Sedangkan pada 2022, ekonomi di Jawa 56,48 persen dan luar Jawa 43,52 persen terhadap PDB.

Bila dibedah lebih jauh lagi, sebut laporan BPS, pada tahun lalu pertumbuhan ekonomi menguat, terutama di wilayah Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dari gambaran di atas, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan 2022 tercatat 5,31 persen (yoy), pertumbuhan tahun ini tetap kuat.

Kendati begitu, semua pemangku kepentingan di sektor ekonomi negeri ini hendaknya tetap waspada dalam mencermati pelambatan ekonomi global yang terus berlanjut hingga kini

  • Bagikan