Ekonomi Membaik, Sektor Industri Tetap Ekspansif

  • Bagikan

Deru mesin sektor industri pengolahan nonmigas di tanah air masih berjalan baik di awal tahun.

Industri manufaktur Indonesia mengawali 2023 dengan berada di level ekspansif. Berdasarkan hasil survei yang dirilis S&P Global, indeks manajer pembelian atau Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Januari 2023 meningkat sebesar 0,4 menjadi 51,3.

Pencapaian itu lebih baik dibandingkan dengan periode Desember 2022 yang di level 50,9. Pencapaian tersebut membuat manufaktur Indonesia berada di zona ekspansi selama 17 bulan berturut-turut.

PMI manufaktur Indonesia pada Januari 2023 mampu melampaui PMI manufaktur ASEAN (51,0), Malaysia (46,5), Vietnam (47,4), dan Myanmar (49,6). Dalam konteks sesama dengan negara G20 dan Taiwan, pencapaian PMI Indonesia masih lebih tinggi dari Korea Selatan (48,5), Jepang (48,9), Taiwan (44,3), Tiongkok (49,2), Uni Eropa (48,8), dan Amerika Serikat (46,8).

PMI atau indeks manufaktur dirilis oleh S&P Global setiap awal bulan, merupakan hasil survei beberapa manajer pembelian di perusahaan manufaktur Indonesia. PMI di atas 50 menunjukkan, manufaktur tengah ekspansif. Sedangkan di bawah 50 menunjukkan, manufaktur mengalami resesi.

Indeks yang dirilis setiap bulan tersebut, memberikan gambaran tentang kinerja industri pengolahan pada suatu negara, yang berasal dari pertanyaan seputar jumlah produksi, permintaan baru, ketenagakerjaan, inventori, dan waktu pengiriman. Menanggapi keluarnya PMI Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global, Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita mengapresiasi kinerja industri manufaktur.

Menurut Menteri Agus, deru mesin sektor industri pengolahan nonmigas di tanah air masih berjalan baik pada awal tahun. Geliat positif ini tecermin dari hasil survei S&P Global yang melaporkan bahwa PMI manufaktur Indonesia pada Januari 2023 sebesar 51,3, lebih baik dibandingkan Desember 2022 yang berada di angka 50,9.

“Kinerja gemilang ini sejalan dengan hasil Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Januari 2023, yang telah kami rilis sebelumnya, dengan menunjukkan posisi 51,54 atau meningkat dibandingkan IKI Desember 2022 yang berada di level 50,9,” kata Menteri Agus di Jakarta, pada Rabu (1/2/2023).

Menteri Agus menjelaskan, lonjakan PMI manufaktur Indonesia tersebut lantaran kenaikan tingkat output dan permintaan baru. “Artinya, para pelaku industri masih optimistis dan merespons secara positif sejumlah kebijakan dan kondisi ekonomi nasional. Sehingga, mereka memperluas aktivitas untuk produksinya,” ujarnya.

Menteri Agus menyampaikan rasa syukurnya karena kondisi ekonomi nasional semakin pulih, seiring mulai berkurangnya tekanan global dari sisi ekonomi. “Seperti yang Bapak Presiden sampaikan, bukan berarti resesi tidak terjadi, bisa saja belum. Jadi, kita memang harus tetap optimis, tetapi harus waspada,” imbuhnya.

Agus menyatakan, kebijakan hilirisasi industri menjadi kunci pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah konsisten menjalankan industrialisasi secara terintegrasi dari hulu sampai hilir.

“Inilah yang akan mendorong lompatan negara berkembang menjadi negara maju. Jadi, agar bisa menjadi negara maju, kita tidak boleh takut menghilirkan bahan-bahan mentah yang ada di negara kita,” ujarnya.

Data Kemenperin menyebutkan, dampak positif hilirisasi sudah terbukti pada sektor minerba. Nilai ekspor bahan mentah nikel asal Indonesia meningkat dari Rp17 triliun menjadi Rp450 triliun pada 2022.

Ekspor komoditas sektor minerba itu yang merupakan ekspor dalam bentuk produk olahan nikel, bukan dalam bentuk ore. “Artinya, ada kenaikan nilai tambah yang sangat besar sekali karena efek dari hilirisasi,” jelas Menteri Agus.

Kinerja PMI Manufaktur Indonesia juga diapresiasi oleh Menkeu Sri Mulyani Indrawati. “Saya mengapresiasi PMI manufaktur melanjutkan tren ekspansi di level 50,9.

Ke depan, lanjut Menteri Sri, pertumbuhan ekonomi nasional 2023 diprakirakan tetap kuat sejalan dengan penghapusan kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), meningkatnya aliran masuk Penanaman Modal Asing (PMA), dan berlanjutnya penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Meskipun, ada sedikit pelambatan sebagai dampak dari kondisi yang dihadapi ekonomi global.Pendapat Menteri Agus Gumiwang dan Sri Mulyani itu terkon

firmasi juga dari pernyataan Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence Jingyi Pan. Menurutnya, peningkatan PMI Manufaktur pada Januari didukung oleh tingkat output dan pesanan baru yang lebih tinggi.

Perusahaan menanggapi positif pesanan baru itu dengan memperluas aktivitas pembelian dan persediaan mereka untuk mengantisipasi pertumbuhan lebih lanjut. “Hal ini menunjukkan bahwa kondisi sektor manufaktur menunjukkan perbaikan pada awal tahun baru ini. PMI Manufaktur S&P Global Indonesia bulan Januari mengisyaratkan kondisi sektor manufaktur yang lebih baik di awal tahun baru,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Rabu (1/2/2023).

Menurut Jingyi Pan, permintaan domestik masih menjadi pendorong utama kenaikan penjualan. Sementara itu, permintaan dari luar negeri justru menunjukkan penurunan selama delapan bulan berturut-turut, yang mencerminkan kondisi eksternal yang memburuk.

“PMI manufaktur Indonesia pada awal tahun ini menunjukkan perbaikan. Tercatat, baik output maupun permintaan baru mengalami kenaikan pada Januari 2023, pada laju tercepat selama tiga bulan dengan pertumbuhan secara fraksional lebih baik dari segi penjualan,” ujar Jingyi.

  • Bagikan