E-Commerce dan Peluang Bisnis di masa Pandemi COVID-19

  • Bagikan

Kehadiran e-commerce sudah pasti memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum. Bukan hanya bagi pihak penjual, namun pembeli.

Secara umum, banyak sekali keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan e-commerce baik oleh produsen, seller, consumer, dan customer maupun masyarakat secara luas.

Sehingga tidak hanya terbatas pada keuntungan secara finansial saja, namun juga sangat bermanfaat apabila ditinjau dari aspek-aspek lain.

Memasuki paruh kedua Pandemi COVID-19, yaitu tahun 2021 diperkirakan e-commerce akan tumbuh semakin pesat.

Pengalaman selama tahun 2020, membuat masyarakat akan melihat peluang bisnis di tahun ini yang terus menggeliat. E-commerce akan menjadi pliihan yang sangat tepat bagi masyarakat dan pelaku bisnis.

E-commerce adalah peluang sekaligus bisnis. Menggeliatnya e-commerce di tengah Pandemi COViD-19 adalah peluang seklaigus bisnis. Siapa yang cerdas melihat pasar, maka dia yang akan beruntung.

Peluang E-Commerce

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Pandemi COVID-19) telah mengubah pola perilaku masyarakat dalam aktivitas jual beli.

Masyarakat yang selama ini lebih banyak melakukan transaksi perdagangan yang dilakukan secara langsung atau tatap muka (face to face), kini beralih secara online melalui e-commerce.

Electronic commerce atau e-commerce merupakan aktivitas jual beli yang dilakukan melalui media elektronik. Dalam e-commerce juga meliputi proses promosi, pembelian, dan pemasaran produk. Yang berbeda adalah pada sistem berdagang yang digunakan, yaitu melalui media elektronik atau internet.

Riset menunjukkan, ada sekitar 12 juta pengguna baru e-commerce selama Pandemi COVID-19. Angka ini berdasarkan laporan tahunan terbaru dari startup solusi e-commerce, Sirclo, berjudul Navigating Indonesia’s E-commerce COVID-19 Impact & The Rise of Social Commerce.

Bahkan, hasil riset yang dilakukan oleh perusahaan digital Akamai menunjukkan bahwa lalu lintas internet di Indonesia mengalami pertumbuhan per tahun sebesar 73 persen pada kuartal I-2020 year-on-year (yoy).

Kemudian melambung tinggi ke angka 139 persen pada kuartal II-2020 yoy. Salah satunya melalui transaksi yang dilakukan melalui e-commerce. Sehingga, perkembangan e-commerce di Indonesia bisa dikatakan sangat pesat.

Digital dan sistem online telah menjadi kombinasi yang tumbuh selama Pandemi COVID-19. Tidak hanya bisnis secara e-commerce, bahkan bisnis pengembalian belanja online pun marak di tengah pandemi.

Narvar Inc, sebuah perusahaan perangkat lunak dan teknologi yang mengelola pengembalian online untuk ratusan merek mengumumkan bahwa pembeli mengembalikan barang dua kali lebih banyak dari yang mereka lakukan selama periode liburan tahun lalu. Biayanya yang sangat besar yaitu mencapai sekitar 11 miliar dolar AS.

Pengguna Internet

Secara global, pemakai internet di dunia selama kurun waktu tahun 2020 mencapai 4,54 miliar. Kemudian pengguna aktif media sosial sebanyak 3,8 miliar. Hal itu sebagaimana dirilis oleh We Are Social tentang pemakai internet dan pengguna aktif media sosial.

Selanjutnya, pemakai mobile phone secara global mencapai 5,19 miliar. Hal ini menunjukkan besarnya interaksi digital di dunia selama tahun 2020. Besarnya interaksi ini tentu sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan e-commerce.
Tingginya pertumbuhan e-commerce disebabkan Pandemi COVID-19, yang telah membuat penduduk dunia melakukan transaksi perdagangan jual beli maupun belanja barang-barang kebutuhan melalui online.

Kemudian peningkatan lalu lintas internet di Indonesia juga sangat tinggi, yang ditandai dengan pertumbuhan bisnis secara online, di mana salah satunya melalui e-commerce. Laporan terbaru We Are Social, pada 2020 ada sekitar 175,4 juta pengguna internet di Indonesia.

Pertumbuhan E-Commerce

Sementara itu angka pertumbuhan e-commerce di Indonesia juga berada pada posisi yang tinggi. Saat ini jumlah penduduk Indonesia mencapai sekitar 272,1 juta jiwa. Penggunaan digital di Indonesia berada pada angka yang sangat besar.

Sebanyak 338,2 juta kali terjadi koneksi secara online melalui mobile phone. Kemudian pemakai internet sebanyak 175,4 juta. Sedangkan pemakai aktif media sosial mencapai 160 juta.

Besarnya interaksi ini tentu sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan e-commerce. Tingginya pertumbuhan e-commerce di Indonesia jelas sangat disebabkan oleh adanya Pandemi COVID-19, di mana membuat penduduk di Indonesia juga melakukan transaksi perdagangan jual beli maupun belanja barang-barang kebutuhan melalui online, sebagaimana halnya yang dilakukan oleh penduduk di belahan negara lain.

Selama Pandemi COVID-19, pertumbuhan e-commerce di Indonesia juga sangat signifikan.

Sebagaimana dirilis Kemenkominfo, pada 2019 pertumbuhan e-commerce di Indonesia berada di angka 78%. Kemudian pada 2020 naik sebesar 13% sehingga menjadi 91%. Peningkatan pertumbuhan e-commerce di Indonesia tersebut tidak lain karena dampak dari Pandemi COVID-19.

Bahkan, diperkirakan pertumbuhan e-commerce di Indonesia pada tahun-tahun mendatang akan terus meningkat tajam.

Gaya Hidrup

Selain karena faktor pandemi, gaya hidup masyarakat juga akan berubah akibat penggunaan e-commerce dalam transaksi perdagangan atau jual belinya dalam dua tahun belakangan ini.

Perubahan gaya hidup masyarakat dalam berbelanja akan menjadikan e-commerce sebagai sarana yang paling favorit. Sehingga akan berdampak pada pertumbuhan e-commerce yang semakin pesat.

Selama tahun 2020, pemakai layanan e-commerce di Indonesia mencapai 673,6 juta, yang terdiri dari mobile customer, pengguna internet, dan pengguna aktif media sosial. Penguna e-commerce dibagi pada tiga kelompok, di mana pengguna layanan e-commerce meliputi pelanggan mobile, pengguna internet, dan pengguna aktif media sosial.

Masing-masing terdiri dari pelanggan mobile 338,2 juta, pengguna internet 175,4 juta, dan pengguna aktif media sosial 160 juta. Tingginya pengguna layanan digital tersebut merupakan bukti dari pertumbuhan e-commerce yang sangat tinggi selama Pandemi COVID-19 di Indonesia.

Hal ini, diperkirakan masih akan terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya.

Kemudian transaksi e-commerce selama tiga tahun berturut-turut mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Transaksi e-commerce sejak 2018 sampai dengan 2020 mengalami peningkatan yang signifikan. Pada 2018, transaksi mencapai 40 juta, kemudian pada 2019 sebanyak 80 juta, dan pada 2020 mengalami lonjakan yang sangat tajam yaitu sebanyak 140 juta.

Dari tahun 2018 ke tahun 2019 kenaikan transaksi e-commerce hanya sebesar 40 juta, namun dari tahun 2019 ke tahun 2020 kenaikan mencapai 60 juta transaksi.

Kenaikan ini dipicu oleh Pandemi COVID-19, dalam kurun waktu kurang lebih lima bulan atau sejak Maret hingga Agustus 2020.

Dalam masa Pandemi ini, masyarakat telah beralih dari transaksi perdagangan konvensional atau dengan cara offline ke transaksi perdagangan melalui online, yang salah satunya melalui e-commerce.

Apabila dilihat dari jenis-jenisnya, maka bisa diketahui beberapa jenis e-commerce di Indonesia yaitu Business to Business (B2B), Business to Consumers (B2C), Consumer to Business (C2B), Consumer to Consumer (C2C), Business to Administration (B2A), Online to Offline (O2O), dan Consumer to Public Administration (C2A).

B2B merupakan transaksi e-commerce yang dilakukan antara perusahaan ke perusahaan. B2C yaitu produsen atau perusahaan (pihak penjual) memasarkan produk secara langsung kepada customer (pengguna) sebagai pangsa pasar.

C2B adalah transaksi penjualan dilakukan oleh pihak konsumen. Sedangkan perusahaan adalah target pasarnya. Kemudian C2C merupakan jenis e-commerce yang dilakukan dari konsumen ke konsumen, dengan klasifikasinya yang terdiri dari dua model, yaitu classifed dan marketplace.

Sedangkan B2A merupakan jenis e-commerce yang pelaku bisnisnya menjual produk barang atau pun jasa dengan menjadikan lembaga pemerintahan sebagai pasar. Adapun transaksi yang dilakukan yaitu dalam bentuk tender.

O2O adalah jenis e-commerce yang sangat populer. Pihak seller melakukan kegiatan promosi, mencari pembeli, dan menyediakan produk dengan memanfaatkan jaringan online sebagai media. Namun pembeli memiliki option untuk dapat belanja langsung di toko offline.

C2A merupakan jenis e-commerce yang berjalan seperti C2B. Namun, transaksi dilakukan oleh individu dan lembaga pemerintah. Jenis transaksi yang terjadi biasanya berbentuk jasa.

Dominasi E-Commerce

Selanjutnya, apabila dilihat dari perusahaan e-commerce besar di Indonesia, maka setidaknya ada sembilan yang sangat mendominasi. Yaitu Bukalapak, Shopee, Lazada, Gojek, Blibli, Electronic City, OLX, Tokopedia, dan Kaskus.

Beberapa e-commerce besar di Indonesia tersebut merupakan perusahaan-perusahaan yang sudah teruji. Start up e-commerce misalnya, yang diluncurkan sejak 2010 silam, merupakan salah satu Unicorn yang ada di Indonesia.

Mewadahi jutaan pelapak dalam platform-ya. Bukalapak memang cukup sukses dan diminati.

Kemudian Shopee berhasil menjadi salah satu e-commerce dengan tingkat transaksi paling tinggi di Indonesia. Sementara itu Lazada merupakan salah satu e-commerce yang paling terkenal di Indonesia. Sebagai salah satu start up yang sudah berdiri sejak lama, Lazada memang berhasil mempertahankan eksistensinya.

Gojek merupakan e-business jenis online to offline yang juga berkembang dengan cepat setelah diluncurkan. Bahkan saat ini Gojek sudah masuk dalam daftar start up Unicorn di Indonesia. Memiliki ribuan driver yang tersebar di seluruh Indonesia.

Gojek memang menawarkan kemudahan bertransportasi. Begitu pula dengan Blibli, Electronic City, OLX, Tokopedia, dan Kaskus, yang memiliki keunikan tersendiri dalam melayani transaksi perdagangan melalui e-commerce.

Beberapa manfaat yang diperoleh melalui transaksi e-commerce yaitu jangkauan pasar yang luas, mengurangi infrastruktur, anggaran yang dikeluarkan menjadi berkurang, harga yang lebih terjangkau, tidak dibatasi oleh waktu, biaya yang lebih murah, tidak perlu harus ada stok barang sendiri, kemudahan mengelola transaksi dan pengiriman, mampu mempelajari kebiasaan pelanggan, dan kerja dari manapun. ***

Oleh : Syamruddin (Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)

  • Bagikan