Menjaga Stabilitas Pangan

  • Bagikan

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menjamin stabilitas harga pangan strategis pada awal 2023. Terpantau harga sejumlah komoditas pangan, seperti cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan telur berangsur turun dan relatif stabil.

Mendekati pelaksanaan Pemilu pada 2024, kontestasi kepemimpinan mulai menghangat. Harga pangan sebagai komoditas strategis dikhawatirkan akan ikut terpengaruh, merangkak naik.

Tidak hanya masalah tensi politik dalam negeri, Perang Rusia-Ukraina yang belum menunjukkan tanda-tanda mereda telah lebih dahulu mempengaruhi harga pangan, lantaran negara pemasok memilih menutup keran ekspor. Oleh karena itu pasokan pangan harus benar-benar dijaga, demi stabilitas harga di pasar.

Sejatinya, kekhawatiran itu tidak perlu terjadi. Asalkan, semua anak negeri ini bersinergi menggenjot produksi dan membenahi tata kelola pangan nasional menjadi lebih baik lagi, sehingga harga pangan tetap terjaga.

Peran semua itu dilakukan oleh Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA). Lembaga itu berdiri sebagai wujud amanah UU Pangan nomor 18 tahun 2012. UU itu kemudian diperkuat dengan Perpres nomor 66 tahun 2021. Bahkan, Presiden Jokowi juga sudah menetapkan dan mengangkat Arief Prasetyo Adi, sejak 21 Februari 2022, sebagai Kepala NFA.

Berdasarkan Perpres tersebut, Bapanas merupakan lembaga pemerintah yang berada di bawah dan bertanggung jawab pada Presiden RI. Bapanas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pangan.

Bapanas selanjutnya menyelenggarakan fungsi, antara lain, koordinasi, perumusan, dan penetapan kebijakan ketersediaan pangan; stabilisasi pasokan dan harga pangan; kerawanan pangan dan gizi; penganekaragaman konsumsi pangan; dan keamanan pangan. Kelahiran Bapanas diharapkan dapat mendorong transformasi tata kelola kebijakan pangan yang lebih efektif.

Dalam tata kelola kebijakan pangan, Bapanas melaksanakan kewenangan yang besar karena menerima pendelegasian kewenangan dan pemberian kuasa yang berkaitan dengan kebijakan pangan dari tiga kementerian lain. Sementara itu, mengacu kepada persoalan berkaitan keamanan pangan, data Neraca Pangan Nasional Januari–Desember 2022 yang dilansir Bapanas yang diperbarui 6 Desember 2022 tentu bisa dijadikan patokan.

Bapanas menyebutkan, dari 12 komoditas pangan strategis, hanya enam komoditas yang 100 persen kebutuhannya dipenuhi dari produksi dalam negeri. Komoditas itu, di antaranya, bawang merah, cabai besar, cabai rawit, daging ayam ras, telur ayam ras, dan minyak goreng. Sedangkan, enam komoditas lainnya masih harus ditutupi dari impor.

Pasokan komoditas yang masih harus impor, seperti jagung 7 persen dari kebutuhan, kedelai 86 persen, bawang putih 92 persen, gula konsumsi 41 persen, dan daging sapi 39 persen. Demikian pula dengan gandum.

Sebagai gambaran, masih mengacu data Bapanas, pada 2020-2021, saat pandemi Covid-19, meski mengandalkan pasokan impor, harga pangan nasional relatif stabil. Bahkan, sektor pertanian pangan kala itu dipuji karena dianggap paling tahan banting terhadap badai pandemi.

Tapi, situasi pangan 2022 berubah. Saat pandemi belum berakhir, perang Rusia-Ukraina meletus yang berdampak pada melambungnya harga pangan di pasar dunia. Beberapa komoditas pangan itu, antara lain, harga kedelai yang mencapai Rp15.000 per kg, begitu pun dengan gandum sebagai bahan baku tepung terigu.

Terakhir, harga beras juga meningkat. Salah satu penyebab kenaikan harga beras adalah kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Di sisi lain, minyak goreng yang sama sekali tidak mengandalkan pasokan impor sebagai bahan bakunya, harganya juga ikut melambung pada 2022.

Hal ini karena harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai bahan baku minyak goreng mengikuti harga di pasar internasional. Alhasil, ketika harga CPO di pasar internasional naik, harga CPO di pasar domestik juga menanjak, sehingga harga minyak goreng pun melesat. Beruntungnya, lonjakan harga minyak goreng kini sudah mereda.



Menggenjot Produksi

Indonesia menyadari adanya ancaman krisis pangan global yang diprediksi terjadi pada 2023, baik karena perang Rusia-Ukraina maupun perubahan iklim. Di mana krisis itu akan melambungkan harga bahan baku dan produk pangan.

Ketika harga bahan baku dan produk pangan dunia melambung, dampaknya bisa merembet ke Indonesia. Harga pangan impor dan yang berbahan baku impor akan naik dan bisa mengerek laju inflasi.

Pengaruh itu terkonfirmasi dari pernyataan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono pada Desember 2022. Pada bulan itu, inflasi Desember 2022 tercatat sebesar 0,66 persen secara bulanan tertinggi berasal dari enam komoditas utama, di antaranya beras, tarif air minum PAM, hingga telur ayam ras.

Rinciannya, yaitu tarif air minum PAM, sebesar 0,07 persen, beras 0,07 persen, telur ayam ras 0,06 persen, diikuti kontrak rumah 0,05 persen, daging ayam ras 0,04 persen, dan tomat 0,04 persen.

“Ini adalah enam komoditas utama yang memberikan andil terbesar dalam inflasi Desember 2022,” kata Margo, dalam konferensi pers, Senin (2/1/2023).

Adapun inflasi secara year on year pada Desember 2022 terjadi inflasi sebesar 5,51 persen. Margo mengatakan, terjadi kenaikan indeks harga konsumen (IHK) dari 112,85 pada November 2022 menjadi 113,59 pada Desember 2022.

Kabar baiknya, seperti disampaikan Bapanas, sejumlah harga komoditas pangan, terutama cabai dan telur ayam, pada awal tahun ini mulai berangsur turun. Harga cabai rawit merah, misalnya, melorot menjadi Rp45.000 per kilogram (kg) dari Rp62.000 per kg. Pun dengan harga telur ayam yang sempat mencapai Rp31.000 per kg, saat ini hanya di kisaran Rp28.000-Rp29.000 per kg.

Bapanas pun menjamin stabilitas harga pangan strategis pada awal 2023. Berdasarkan data yang dihimpun dari asosiasi produsen dan Panel Harga Pangan Bapanas, terpantau harga sejumlah komoditas pangan, seperti cabai rawit merah, cabai merah keriting, dan telur berangsur turun dan relatif stabil.

“Untuk awal tahun ini, secara umum, ketersediaan dan harga pangan relatif stabil. Beberapa komoditas mengalami penurunan harga, seperti telur. Cabai rawit merah dan cabai merah keriting sempat naik harganya tapi kini telah berangsur turun,” papar Arief, Kamis (5/1/2023).

Sebagai bagian dari lembaga yang mengurusi pangan, Kementerian Pertanian pun telah dan sedang menjalankan tiga strategi dalam menghadapi krisis pangan dunia 2023. Yakni, peningkatan kapasitas produksi pangan pengendali inflasi dan pengurang impor, pengembangan pangan substitusi impor, serta peningkatan ekspor pangan.

Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Suwandi menegaskan, krisis pangan muncul karena tiga hal. Yakni, dampak pandemi Covid-19, kondisi tekanan geopolitik di antaranya konflik Rusia-Ukraina, dan perubahan iklim yang ditandai terjadinya cuaca ekstrem.

“Untuk menghadapi krisis pangan, solusinya tidak bisa lagi dengan program linier yang as usual. Butuh strategi yang diharapkan bisa membuat ketersediaan pangan domestik meningkat, harga stabil, dan nilai ekspor pertanian melonjak,” ungkap Dirjen Suwandi.

  • Bagikan