Kepahlawanan

  • Bagikan

Semua orang tentu ingin menjadi pahlawan. Di profesi apapun itu, semuanya ingin berjasa dan dikenang bagi orang lain. Tak terkecuali bagi pemain sepak bola.

Kala itu, sosok David Ginola begitu diidolakan publik Prancis. Cara bermain yang elegan dengan wajah yang rupawan, membuat publik Prancis berharap dia bersinar di Piala Dunia 1994 Amerika Serikat.

Namun, harapan publik itu ambyar. Alih-alih jadi pahlawan, Ginola malah jadi pecundang. Ia menjadi musuh seantreo Prancis gara-gara umpan silang di menit akhir yang jatuh di kaki musuh menggagalkan peluang Prancis lolos ke Piala Dunia 1994.

Saat itu, Prancis hanya butuh hasil seri untuk lolos ke Piala Dunia 1994. Di pertandingan terakhir kualifikasi zona Eropa menghadapi Bulgaria,  satu langkah Les Blues sudah ada di Negeri Paman Sam karena hingga menit ke-90, skor masih imbang 1-1.

Ginola masuk pada menit-menit akhir menggantikan Jean-Pierre Papin. Ia yang mendapat bola di sisi kiri pertahanan Bulgaria tidak melakukan delay atau berlama-lama memainkan bola. Ia malah membawa bola terus ke depan dan melakukan umpan silang kepada Eric Cantona.

Sial! Umpanya tidak mengenai Cantona,  malah jatuh di kaki pemain Bulgaria, Emil Kremenliev. Tanpa pikir panjang, juga karena mengejar waktu, Kremenliev dengan cepat membangun serangan balik ke jantung pertahanan Prancis.

Hanya tiga operan, tiga puluh detik, gawang Prancis yang dikawal Bernard Lama jebol oleh Emil Kostadinov. Prancis pun gagal lolos ke Piala Dunia 1994.

Cerita tiga puluh detik itu cukup bagi publik Prancis melabeli Ginola sebagai seorang pecundang, musuh bagi publik Prancis.

Pada cerita yang lain dengan nasib yang hampir sama, dialami oleh David Beckham. Ia menjadi musuh di negeri sendiri usai laga melawan Argentina di babak perdelapan final Piala Dunia 1998.

Semua orang tahu, selain rivalitas politik akibat perang Malvinas, sejarah pertandingan antara Inggris melawan Argentina selalu menyuguhkan pertandingan yang panas dan penuh gengsi.

Beckham yang dikenal dengan tendangan bebasnya itu mendapat kartu merah oleh wasit karena menendang Diego Simeone. Bermain dengan 10 pemain, Inggris kalah adu penalti 3-4 meski bermain baik sepanjang pertandingan.

Publik Inggris menyalahkan Beckham. Meskipun pada laga sebelumnya, pada penyisihan grup, Beckham berhasil mencetak gol indah melalui tendangan bebas ke gawang Kolombia. Gol tersebut turut mengantarkan Inggris lolos ke babak perdelapan final menghadapi Argentina.

Publik Inggris menyalahkan Beckham. Dalam sebuah wawancara, bahkan ia mengungkapkan banyak ancaman dialamatkan padanya dan keluarganya.

“Untuk sementara, situasinya jadi mengerikan. Saya dan keluarga menerima sejumlah ancaman. Itu hal yang sulit saya terima, tapi keluarga saya menanggung beban yang lebih berat. Ibu, ayah, nenek, dan kakek saya harus melewati masa-masa sulit,” katanya.

Nasib lebih tragis dialami oleh Pemain Timnas Kolombia Andreas Escobar. Gol bunuh dirinya saat menghadapi Amerika Serikat pada Piala Dunia 1994 mengantarkannya pada pembunuhan dirinya.

Ia ditembak sebanyak enam (versi lain dua belas) kali di depan sebuah klub malam bernama El Indio pada 2 Juli 1994.

Castro Munoz menembak Escobar sambil berteriak, “Thanks for the own-goal, hijueputa!” yang berarti terima kasih atas gol bunuh diri-mu, anak pelacur.” Pada setiap tembakan, ia berseru gol-gol-gol dengan logat seperti komentator sepak bola khas Amerika Latin saat sedang siaran.


***

Kepahlawanan dan kepecundangan bagai dua sisi mata uang. Keberhasilan dalam menyelesaikan suatu pertandingan akan mengantarkan seseorang pada gelar pahlawan, namun kegagalan akan berisiko pada sematan gelar pecundang.

Untuk menjadi pahlawan, seseorang harus siap dengan risiko menjadi seorang pecundang. Itulah yang dihadapi Ginola, Beckham, dan Escobar.

Menjadi pecundang, berarti seseorang harus siap diasingkan, dibenci, dicaci, bahkan dilenyapkan. Tetapi seorang pahlawan harus tetap bertanding, bertarung, dan berperang.

Cerita-cerita kepahlawanan selalu menarik bagi setiap orang. Dikenal dan dikenang banyak orang karena jasanya. Namanya harum.

Namun, bagi pahlawan cerita itu tidaklah penting. Bagi pahlawan, perbuatan adalah yang terpenting.

“Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi,” kata Soe Hok Gie.

  • Bagikan