Wapres: Al Quran Harus Ditafsirkan Dengan Ilmu Lain Untuk Dapat Diamalkan

  • Bagikan

Kitab suci Al Qur’an harus ditafsirkan dengan ilmu-ilmu lain untuk dapat diamalkan bagi keberlangsungan kerukunan hidup masyarakat.

Untuk itu, Al Quran tidak cukup hanya dipahami secara harfiah atau tekstual.

Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin saat menutup MTQ Nasional XXVIII secara virtual dari Jakarta, Jumat (20/11/2020) malam.

Ma’ruf Amin menjelaskan beberapa ilmu yang dapat digunakan untuk memahami Al Quran antara lain Bahasa Arab, termasuk nahwu dan sharaf, ilmu tafsir, ilmu qiraat, ilmu rasmil Quran ilmu ijazul Quran, dan ilmu asbabun nuzul.

“Bahkan, pada saat ini kita perlu juga menjadikan ilmu sosial, ilmu alam dan humaniora sebagai ilmu bantu dalam memahami ayat-ayat Al Quran. Dengan demikian, kita memahami Al Quran tidak hanya secara harfiah tanpa mengerti konteks ayat dan konteks sosial yang menjadi latar belakang turunnya ayat,” kata Ma’ruf Amin dalam sambutannya.

Untuk memahami Al Quran secara benar, lanjut Ma’ruf, diperlukan metodologi yang telah disepakati oleh para ulama dalam memahami atau menafsirkan ayat-ayat di dalamnya. Sehingga, dengan metodologi tersebut umat Islam dapat memahami ayat Al Quran secara dinamis dan kontekstual, namun tetap dalam bingkai pemahaman nash yang benar.

“Jadi bukan pemahaman yang statis, apalagi pemahaman yang radikal atau ekstrem yang menganggap pemahaman orang lain sebagai salah atau sesat,” tegasnya.

Wapres menjelaskan pemahaman terhadap Al Quran dan ajaran agama Islam seharusnya dapat mengambil posisi jalan tengah di antara berbagai hal, yaitu jasmani dan rohani, teks dan konteks, idealisme dan kenyataan, hak dan kewajiban, orientasi keagamaan dan kebangsaan, serta kepentingan individual dan kemaslahatan umat.

“Pemahaman Islam wasathiyah adalah yang tidak tekstual dan tidak pula liberal, tidak berlebihan tetapi juga tidak gegabah, dan tidak pula memperberat tetapi juga tidak mempermudah,” katanya.

Pemahaman Al Quran secara tekstual, yang hanya memahami teks-teks Al Quran dan Hadits tanpa penafsiran, akan menghasilkan pemahaman statis karena pemahaman tersebut tanpa disertai maksud utama dalam teks itu.

“Bahkan pemahaman pada teks-teks tertentu, secara literal, itu bisa menyesatkan, seperti ayat-ayat terkait dengan jihad,” ujarnya.

Oleh karena itu, Wapres berharap dengan adanya penyelenggaraan MTQ Nasional secara tahunan, pemahaman agama Islam yang moderat dapat dibangun sebagai bagian dari kesepakatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). (*)

  • Bagikan