Revisi UU ITE Sebuah Keharusan

  • Bagikan

Belakangan UU ITU menjadi pembahasan publik setelah pemerintah berupaya melakukan revisi. Beberapa pasal di dalam UU ITE dinilai mengandung pasal karet yang menimbulkan kegaduhan dan terjadinya saling lapor ke kepolisian.

Merespon hal tersebut, Kapolri terpilih Listiyo Sigit Prabowo telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait UU ITE yang salah satu isinya dimana tidak semua laporan terkait UU ITE akan diproses.

Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menurut penulis memiliki niatan dan tujuan yang baik, karena sejalan dengan tujuan dari negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Yaitu, Melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Hal ini tersurat di dalam BAB II Asas dan Tujuan, Pasal 4 dari UU ITE sebagai berikut:

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

Layak Dipertahankan

Berangkat dari tujuan tersebut, UU ini layak untuk dipertahankan dan memang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia agar bisa semakin efektif dan efisien dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupannya sehari-hari, sehingga visi untuk menjadi negara maju pun dapat terwujud.

Tidak ada satu pun negara maju di dunia ini yang tidak memanfaatkan teknologi informasi dan menggunakan secara tepat transaksi elektronik dalam menunjang aktivitasnya sehari-hari.

Dalam penjelasan umum dari UU ITE ini disampaikan bahwa pemanfaatan teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat.

Dilema Penegakan Hukum

Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Oleh karena itu langkah pemerintah dalam melakukan penegakan hukum terhadap orang-orang yang meskipun melakukan tindakan secara virtual (melalui media sosial), namun dampaknya dapat dirasakan di dunia nyata adalah hal yang wajar dan sangat tepat dalam rangka menjaga ketertiban umum dan persatuan bangsa Indonesia.

Sebagai contoh: Ketika aparat pemerintah memberikan sanksi hukum secara tegas kepada oknum-oknum influencer (tokoh politik, artis, cendekiawan yang memiliki pengikut loyal dan bisa menggerakkan massa) yang melakukan provokasi untuk menentang kebijakan pemerintah dalam melaksanakan protokol kesehatan
Diantaranya adalah menggunakan masker, mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjaga jarak fisik saat berinteraksi dengan orang lain, mengurangi mobilitas, dan menghindari kerumunan) di tengah pandemi covid-19.

Bahkan menyuarakan bahwa Covid-19 adalah konspirasi elit global adalah tindakan yang sangat tepat saat pemerintah secara tegas memberikan sanksi.

Karena dampak dari provokasi tersebut dirasakan di tengah dunia nyata (terjadi mobilisasi massa dan kerumunan).

Meskipun oknum influencer tersebut menyuarakannya secara virtual melalui akun-akun media sosial pribadinya, sehingga angka penularan dan kematian covid-19 semakin meningkat serta menjadi bahaya laten munculnya kerusuhan besar di tengah masyarakat.

Kebutuhan Stabilitas Nasional

Jika pemerintah sebuah negara tidak memiliki kewibawaan untuk membina dan mendidik rakyatnya secara tegas demi terwujudnya ketertiban umum dan ketahanan nasional, maka akan terjadi kekacauan yang menghambat pembangunan negara tersebut menuju kemajuan.

Karena untuk membangun Indonesia dibutuhkan suasana yang aman dan damai, suasana ini menjadi modal dasar disamping modal ekonomi.

Namun demikian, seringkali oknum-oknum influencer merasa dikriminalisasi dan menyalahkan bahwa UU ITE ini multitafsir dan menjadi alat pemerintah untuk membungkam orang-orang yang berpikiran kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Pada sisi ekonomi, dalam kenyataannya kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun.

Jika dulu sebelum adanya kemajuan teknologi, transaksi perdagangan dilakukan langsung secara fisik yang mempertemukan penjual dan pembeli di satu lokasi yang sama, namun dengan kemajuan teknologi, transaksi perdagangan dapat dilakukan tanpa harus bertemu di satu lokasi yang sama.

Akibatnya potensi kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi (penipuan yang dilakukan menggunakan telepon dan/atau toko digital, lalu korban mengirimkan sejumlah dana dari rekening bank pribadinya ke rekening bank pelaku penipuan tersebut) maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata.

Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum.

Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Sangat Diperlukan

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka sejatinya UU ITE ini sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk mewujudkan negara yang maju, hanya memang dalam beberapa pasal yang terkandung di dalamnya perlu diperjelas secara rinci sehingga tidak mengandung multitafsir dan disalahgunakan untuk kepentingan pribadi dan/atau kelompok tertentu saja (termasuk pemerintah).

Permintaan Presiden Joko Widodo kepada Polisi Republik Indonesia untuk membuat pedoman interpretasi resmi terhadap pasal-pasal UU ITE dan meningkatkan pengawasan pelaksanaannya agar lebih konsisten, akuntabel, dan berkeadilan adalah upaya yang tepat dan proporsional dalam menegakkan keadilan di tengah masyarakat.

Selama kritik yang disampaikan oleh rakyat kepada pemerintah tidak ada unsur penghinaan terhadap lambang negara (dalam hal ini presiden beserta aparatnya), dan juga tidak mengandung unsur provokasi untuk membuat kekacauan di tengah masyarakat, seyogianya itu menjadi hal yang lumrah di dalam negara demokrasi.

Pada sisi lain, pemerintah juga wajib terbuka terhadap kritik yang memberikan masukan positif untuk perbaikan negara Indonesia.

Oleh karena itu, jika Presiden Joko Widodo Bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia ingin melakukan revisi terhadap UU ITE, maka wajib melibatkan berbagai elemen masyarakat yang menilai pasal-pasal di dalam UU ini ambigu, serta para pakar bahasa dan budaya Indonesia untuk mengakomodasi berbagai macam penafsiran yang sangat beragam dari berbagai elemen bangsa Indonesia.

Berbagai polemik mengenai defamasi, ujaran kebencian dan kriminalisasi terhadap oknum-oknum pelaku maupun korban dari perbuatan tersebut (yang seringkali dikaitkan dengan UU ITE) sejatinya dapat diperbaiki dengan perubahan mendasar dari hati dan pikiran seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) yang secara konstitusional dan budaya adalah warga negara beragama, melalui moderasi (kembali ke titik tengah) beragama, mengembalikan sikap beragama kita kepada hakikat sejati dari agama.

Hakikat Sejati Agama

Hakikat semua agama adalah baik dan damai, tidak ada satu pun yang mengajarkan untuk berprasangka buruk, membuat keonaran, melakukan ujaran kebencian maupun mencemarkan nama baik orang lain. Agama mengajarkan untuk berprasangka baik, berpikiran yang baik, berucap yang baik, bertindak yang baik, mewujudkan perdamaian, bahkan menjaga harkat dan martabat orang lain dengan baik, karena semua agama memandang bahwa setiap manusia adalah setara, memiliki hati yang sadar maupun hati yang tidak sadar secara utuh.

Ketika ia sadar (dalam perspektif agama Buddha) maka ia adalah Buddha (manusia yang sadar sempurna/seutuhnya/penuh dengan maitri karuna/selalu ingin memberi kegembiraan, manfaat dan mencabut penderitaan orang lain), ketika ia tidak sadar/penuh kebencian, maka ia adalah manusia biasa.

Oleh karena itu jika mengaku sebagai Warga Negara Indonesia (WNI), maka wajib mengembalikan sikap beragama kita pada hakikat dari agama tersebut, jika tidak, apakah kita masih layak disebut sebagai WNI?.

Oleh: Arya Prasetya (External Relations Head of Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI), Dosen Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Samantabadra-NSI dan Ketua Generasi Muda Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia (NSI).

  • Bagikan