Rapat Virtual Polemik RKAB Yang diterbitkan Dirjen Minerba, Disimpulkan Janggal

  • Bagikan

KOTA BANDUNG–Polemik RKAB yang diterbitkan Dirjen Minerba terkait pertambangan di Sulawesi Tenggara yang kini disidik Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara (Sultra) terus bergulir dan menjadi kajian menarik para pakar dan penasehat hukum di negeri ini.

Sabtu Malam (1/9/2023), sejumlah pakar dan penasehat hukum melakukan rapat secara virtual yang diinisiasi oleh Ikatan Alumni Tambang (IKATAUPN), dan dihadiri keluarga tersangka dan simpatisan. Maksud dan tujuan rapat untuk mendapatkan kronologis secara holistik, dan memberikan masukan sebagai solusi.

Sejumlah narasumber menyampaikan pendapat terkait persoalan ini, diantaranya mantan Hakim Adhoc, Dr. HM. Nawawi SH, MH, Direktur Pascasarjana Bidang Hukum Unsultra sekaligus Pengamat Hukum Sulawesi Tenggara, Dr LM Bariun SH, MH, Perwakilan Kementrial ESDM, Rizky Pratama Paku Dewa ST, MT.

Seperti yang dilansir dalam anoaagency.com, dalam diskusi yang cukup menarik tersebut melahirkan beberapa poin kesimpulan. Pertama, bahwa penerbitan RKAB tahun 2022 kepada PT. Kabaena kromit Pratama (KKP) dilakukan melalui proses dan prosedur yang benar, berdasarkan diskresi sesuai kewenangan Dirjen Minerba, akan tetapi oleh Kejaksaan diskresi tersebut dianggap bermasalah, tanpa adanya konfirmasi atau pengujian terlebih dahulu oleh instansi/lembaga yang berwenang seperti Aparat Pengawas Internal pemerintah (APIP) dan Pengadilan Tata Usaha Negara, sehingga Dirjen dkk dituduh korupsi dan ditahan.

Ke dua, bahwa tuduhan korupsi terhadap Dirjen dkk terlalu tergesa-gesa mengingat antara penerbitan RKAB Tahun 2022 kepada PT.Kabaena Kromit Pratama (KKP) disatu pihak dengan dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh pihak lain terkait kisruh Ore di Blok Mandiodo di lain pihak adalah 2 (dua) persoalan hukum yang berbeda.

Ke tiga, Tuduhan merugikan keuangan negara sejumlah Rp 5,7 triliun sama sekali tidak masuk akal dan tidak berdasar atas hukum, tidak jelas hubungan kausalitas antara kerugian negara tersebut dengan RKAB PT. KKP yang diterbitkan oleh Dirjen Minerba, dan metode audit apa yang digunakan oleh kejaksaan tinggi Sulawesi Tenggara tiba- tiba muncul angka Rp5,7 triliun yang diakitkan dengan diskresi Dirjen Minerba, sehingga perhitungan kerugian negara seperti itu bertentangan dengan UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

Ke empat, Dirjen Minerba perlu segera menyiasati perihal kerugian negara yang dituduhkan oleh jaksa, bila dipandang perlu menghitung sendiri secara teknis dan ekononomi ada atau tidak adanya kerugian negara yang secara faktual dan kausalitas dengan diskresi yang diterbitkan oleh Dirjen Minerba.Hasil perhitungan itu dapat menjadi bukti di persidangan sekaligus memberikan keterangan ahli.

Ke lima, Ada beberapa pegawai yang ditahan belum pernah diperiksa sebagai tersangka, padahal pasal 122 KUHP menyatakan bahwa “dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan ia harus mulai diperiksa oleh penyidik”.

Direktur Pascasarjana Unsultra, Dr LM Bariun, melihat dari kacamata hukum ada indikasi tak biasa di perkara ini, terutama terkait status dana fantastis Rp5,7 triliun. Angka rupiah tersebut gamblang disebut sama sekali tidak Masuk akal yang tidak berdasar kasus hukum apakah itu hasil dari audit BPK atau audit dari lembaga lain.

“Soal dana Rp5,7 triiun itu masih belum jelas apakah hasil audit BPK atau lainnya, perlu ada transparansi dari kasus ini supaya terang benderang soal kepastian hukumnya. Jadi penting dilakukan pendekatan dari sisi administrasi, perdata, dan pidananya. Saran kami ke pihak tersangka ambil langkah praperadilan atau minta fatwa hkum,” tukasnya.

  • Bagikan