Sempurnakan Grand Design Sosdiklih dan Parmas

  • Bagikan

Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat (Sosdiklih dan Parmas) menjadi kewajiban semua pihak. Tidak sebatas Komisi Pemilihan Umum (KPU), terlebih proses Pemilu dan Pemilihan 2024 yang jauh lebih kompleks dari sebelumnya.

KPU sendiri telah memiliki wacana, Grand Design Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat Pada Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 ini, dan butuh penyempurnaan dari semua pihak.

Atas dasar itu, KPU menggelar Focus Group Discussion (FGD) Grand Design Sosialisasi, Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat Pada Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 yang digelar oleh Biro Partisipasi dan Hubungan Masyarakat KPU, di Jakarta, Rabu (7/9/2022).

Hadir pada FGD ini Ketua KPU Hasyim Asy’ari dan Anggota KPU August Mellaz serta 10 narasumber di antaranya, Direktur Politik Dalam Negeri Kementerian Dalam Negeri Syarmadani, Direktur Eksekutif Algoritma Aditya Perdana, Pakar, Akademisi & Praktisi Media Rulli Nasrullah, Ketua Visi Nusantara Maju (Vinus) ITB Yusfitriadi, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jeiry Sumampow, Direktur Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti, Ketua Umum Research and Strategic Advisory (Exposit Strategic) Arif Susanto, Direktur Eksekutif Kata Rakyat Alwan Olla dengan moderator Direktur Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi.

Mengawali FGD, Hasyim meminta dukungan dan masukan dari para narasumber terkait media penyampaian pesan, termasuk substansi pesannya, dan kelompok sasarannya. Tak hanya itu, KPU menurut dia perlu masukan terkait siapa yang akan menjadi pembawa pesan (messenger). Hal ini penting didiskusikan dan ditentukan agar komunikasi yang dilakukan efektif. “Kita mencoba mengidentifikasi itu, karena generasi sekarang cara komunikasinya sangat berbeda, ini kalau tidak pas kemudian pesan yang kita harapkan tersampaikan, tertolak, itu bisa menimbulkan tidak efektif pola komunikasinya,” ujar Hasyim.

Selain itu, Hasyim menilai peran media pers juga penting untuk dilibatkan dalam membantu KPU mengkomunikasi pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu kepada generasi milenial atau pemilih muda.

Senada Mellaz berharap FGD dapat membahas dan mendalami substansi serta menghimpun saran dan masukan dari berbagai pihak/masyarakat. Masukan dan usulan dari para narasumber akan menjadi bahan penyempurnaan grand design untuk dapat diimplementasikan ke jajaran satker KPU di daerah. “Cetak biru yang kami coba susun dalam konteks divisi, saya ingin ini diputar dulu dalam beberapa forum dan nanti mendapatkan banyak masukan sebelum jadi bahan sosialisasi, jangan sampai visi misi divisi itu mendominasi, tetapi paling tidak kami potret bagaimana masukan teman-teman” kata Mellaz.

Mellaz menekankan tema besar terkait sosialisasi dan pendidikan pemilih yakni visi Pemilu sebagai satu sarana integrasi bangsa. Apalagi Pemilu 2024 memiliki tantangan dalam sosialisasi, pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat. Tantangannya yakni kondisi masyarakat, potensi hoaks dan ujaran kebencian.

Sementara itu Syarmadani menyampaikan masukan agar KPU memerhatikan generasi muda, perempuan, penyandang disabilitas dan masyarakat 3T. Rulli Nasrullah menyampaikan KPU perlu melakukan riset terkait pemilih yang baru memasuki umur 17 tahun mendekati pemungutan suara. Aditya Perdana dan Arwan Olla meminta KPU juga fokus pada generasi z dan menentukan cara berkomunikasi yang tepat seperti menggunakan media seperti TikTok.

Selanjutnya Yusfitriadi menyarankan KPU mengembangkan akses perpustakaan pemilu berbasis digital, Lucius Karus menyarankan agar data dan rekam jejak calon memadai untuk masyarakat pemilih mengetahuinya. Ari Nurcahyo menyarankan KPU mendesain metode penyampaian pesan yang lebih informatif dan melibatkan generasi muda dalam membuat konten.

Jeiry Sumampow sepakat jika tagline KPU adalah pemilu sebagai sarana integrasi bangsa. Ray Rangkuti mengingatkan perlunya pembangunan pendidikan politik bahwa pemilu sebagai hajat bersama bukan milik partai politik dan terakhir Arif Susanto menekankan perlunya fokus pada kabar bohong dan distorsi informasi.

  • Bagikan